Jumat, 07 Agustus 2020

Sering Mengalami Keguguran, Waspada Tanda Autoimun Sjogren's Syndrome

Sering Mengalami Keguguran, Waspada Tanda Autoimun Sjogren's Syndrome
 Keguguran yang sering terjadi bisa menjadi pertanda adanya kondisi serius pada tubuh. Satu hal yang harus diwaspadai adalah penyakit autoimun Sindrom Sjogren.

Sindrom Sjogren adalah suatu kondisi ketika sistem kekebalan tubuh sendiri menyerang kelenjar penghasil cairan, seperti kelenjar air liur atau air mata. Selain sering menyebabkan mata kering, penyakit ini juga bisa ditandai dengan seringnya keguguran.

Sering Mengalami Keguguran, Waspada Tanda Autoimun Sjogren's Syndrome

“Ada yang baru ketahuan pas sering keguguran, susah punya anak, bisa jadi karena penyakit autoimun sindrom Sjogren,” ujar dokter dari Divisi Alergi Imunologi Klinik Departemen Penyakit Dalam FKUI / RSCM / RSUI ini. Alvina Widhani dalam webinar "Mengenal Sindrom Sjogren: Penyakit Autoimun yang Sering Tidak Terdiagnosis". sbobet

Salah satu penderita autoimun Sjogren's Syndrome adalah seorang wanita asal Bekasi, Jawa Barat, bernama Yennel S. Suzia. Wanita ini didiagnosis dengan sindrom Sjogren pada tahun 2014 dan mengalami empat kali keguguran. Hingga saat ini, Yennel belum dikaruniai anak.

Tak hanya mengalami keguguran, Yennel bahkan pingsan dan lumpuh. Ia juga merasa mulutnya kering dan badannya sakit serta lemah.

“Setelah mengalami kelumpuhan di rumah dan memikirkan stroke, akhirnya saya berobat ke rumah sakit, dan setelah melalui beberapa tes termasuk pemeriksaan autoimun, akhirnya saya diberitahu oleh dokter bahwa dia mengidap sindrom Sjogren,” ujarnya seperti dikutip Antara. .

Alvina menuturkan, sindrom Sjogren merupakan penyakit autoimun yang bersifat kronis dan sistemik. Penyakit ini 90 persen penderitanya adalah wanita.

Penyakit ini menyerang selaput lendir dan kelenjar mata dan mulut, sehingga produksi air mata dan air liur menurun.

Tidak hanya mengalami mata kering, ada juga penderita yang mengalami mulut kering, kesulitan menelan makanan kering atau kesulitan menelan makanan tanpa air, perubahan rasa, jamur di mulut, batuk kering, vagina kering, kelelahan, nyeri sendi, dan gangguan kognitif.

Untuk mendiagnosis seseorang dengan sindrom Sjogren, dokter akan tetap melakukan identifikasi sesuai gejalanya, kemudian melakukan pemeriksaan fisik dan investigasi terhadap gejala yang ditemukan, seperti tes Schirmer, tes produksi air liur untuk mengetahui bahwa produksi air liur menurun sehingga mulut pasien menjadi kering.

Kemudian tes darah untuk melihat kelainan sel darah merah dan putih dan tes antibodi antinuklear spesifik (ANA) sindrom Sjogren umumnya dilakukan.

“Saat ini prevalensi Sindrom Sjogren di Indonesia belum diketahui, kemungkinan karena penyakit ini memiliki banyak gejala yang mirip dengan penyakit lain sehingga sulit didiagnosis. Gejala juga bisa muncul tidak sekaligus, sehingga penderita terkadang tidak sadar dan tidak mempertimbangkan. itu masalah yang perlu ditangani, "katanya.

Jika pada akhirnya seorang wanita dengan sindrom Sjogren bisa hamil, maka dokter bisa menyiapkan berbagai hal, termasuk pengobatan jika ada masalah dalam kehamilannya, sehingga risiko bayi yang mengidap kelainan tersebut akan berkurang.

"Pada ibu dengan sindrom Sjogren, ada kemungkinan antibodi memasuki plasenta dan kemudian masuk ke bayi, yang dapat menyebabkan cacat jantung pada bayi. Ini sering menyebabkan kehamilan tidak berjalan dengan baik," kata Alvina.

Lalu, adakah kemungkinan penyakit ini diturunkan ke bayi?

“Ada kemungkinan, dia (bayi) memiliki susunan genetik yang sama. (Tapi) mencegah kita mendidik kita untuk hidup sehat. Sebisa mungkin kita punya anak yang diberikan perawatan standar, misalnya ASI,” ucapnya. Alvina. link sbobet

Ketika anak-anak tumbuh, orang tua dapat mengingatkan mereka sebanyak mungkin untuk hidup sehat, misalnya, makan makanan sehat dan mengendalikan stres.

Alvina menuturkan, kebanyakan kasus sindrom Sjogren tidak mengancam organ vital penderitanya, melainkan menurunkan kualitas hidup dan mengganggu produktivitasnya.

“Penderita gampang lelah sehari-hari, tidak bisa beraktivitas maksimal. Kecuali (sindrom Sjogren) mengenai organ vital seperti paru-paru, kelainan saraf, tapi ini tidak seberapa dan tidak semua pasien beresiko,” kata Alvina.

0 komentar:

Posting Komentar